img_head
PROSEDUR PERKARA PERDATA

Prosedur Perkara Perdata

Telah dibaca : 8.842 Kali

Perkara Perdata Gugatan

Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).

Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus di­buktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (pasal 120 HIR).

Kompetensi Relatif (pasal 118 (1) HIR)

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya, meliputi:
Dimana tergugat bertempat tinggal.
Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya).
Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri.
Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.

Penggugat atau salah satu dari penggugat ber­tempat tinggal dalam hal:
- tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.
- tergugat tidak dikenal.
- Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak.
- (Ketentuan HIR dalam hat ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg, apabila objek gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri dimana tanah itu terletak).

Dalam hal ada pilihan domisili secara tertulis dalam akta, jika penggugat menghendaki, di­tempat domisili yang dipilih itu.
Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang wewenang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang.

(Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan, bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatip harus di­ajukan pada permulaan sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan eksepsi tersebut).

Kuasa/Wakil

Untuk bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari penggugat/tergugat ataupun pemohon, seseorang harus memenuhi syarat-syarat:
Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan. atau pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak yang ber­perkara/pemohon didalam persidangan secara lisan.
Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11.
Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah di­izinkan untuk bersidang mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu.
Permohonan banding atau kasasi yang diaju­kan oleh Kuasa/Wakil dari pihak yang bersang­kutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi.
Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut diatas.
Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl. 1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, adalah:
- Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah.
- Jaksa.
- Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang di­angkat/ditunjuk oleh Instansi-instansi yang bersangkutan.
Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus. Pejabat atau orang yang diangkat/ditun­juk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat pengangkatan/penunjukan, yang tidak bermaterai.

Perkara Gugur

Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan tergugat atau kuasanya yang sah datang, maka gugatan digugurkan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat mengajukan gugatan tersebut sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara lagi. Apabila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.

Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat, Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi. Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.

Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi, perkaranya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

Putusan Verstek

Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang sah, sedangkan penggugat/para penggugat selalu datang, maka perkara akan diputus verstek.

Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim kuasanya yang sah, tetapi jlka ia mengajukan jawaban tertulis berupa tangkisan tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus dengan verstek.

Tangkisan/Eksepsi

Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.

Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:
Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).
Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).

Pencabutan Surat Gugatan

Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pen­cabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

Perubahan/Penambahan Gugatan

Pembahan dan/atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.

Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa, sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab perkara antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal demikian, maka surat gugat harus dicabut.

Perdamaian

Jika kedua belah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan dapat dilakukan mes­kipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR).

Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebelum Hakim menjatuhkan putusan yang meng­hukum kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut.

Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sa­ma dengan putusan Hakim yang berkuatan hu­kum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, ekse­kusi dapat dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).

Khusus untuk gugat cerai:

Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-isteri harus datang sendiri.
Apabila usaha perdamaian berhasil, gugat­an harus dicabut. Sehubungan dengan per­damaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian.
Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.

Penggugat/Tergugat Meninggal Dunia

ika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia, maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

Biaya Yang Dapat Timbul Dalam Persidangan

Jika selama pemeriksaan perkara atas permo­honan salah satu pihak ada hal-hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibeban­kan kepada pemohon dan dianggap sebagai per­sekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasa­nya pihak yang dikalahkan.

Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu tidak jadi dilakukan, ke­cuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim me­mang sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR)

Penggabung Perkara

Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-gugatan yang diga­bungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas. Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya

Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu apabila antara gugatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan adanya putusan-putusan yang saling bertentangan.

Voeging, Intervensi Dan Vrijwaring

HIR/RBg tidak mengenal voeging, interventie, dan vrijwaring, tetapi apabila benar-benar dibutuhkan dalam praktek sedangkan belum terdapat kaidah hukum yang mengaturnya, ketiga lemba­ga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpe­doman pada Rv. (pasal 279 Rv dan seterusnya, dan pasal 70 Rv dan seterusnya), karena pada dasarnya Hakim wajib mengisi kekosongan, baik dalam hukum materiil maupun hukum formil.

Putusan Hakim bertujuan untuk memberi penye­lesaian terhadap perkara yang sedang diadilinya sedemikian rupa, sehingga apabila perkara ter­sebut menyangkut pihak yang lain daripada penggugat dan tergugat, maka Hakim atas permintaan, dapat mengabulkan permintaan pihak ketiga untuk ikut serta dalam' proses, sehingga Hakim dapat memberi putusan bagi semua orang yang berkepentingan.

Voeging terjadi, apabila dalam sidang datang pihak ketiga yang mengajukan permohonan untuk bergabung pada penggugat atau tergugat. Voeging dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela.

Interventie (tussenkomst) terjadi:
apabila pihak ketiga merasa mempunyai kepentingan yang akan terganggu, jika ia tidak ikut dalam proses perkara itu.
Misalnya dalam interventie barang milik intervenient, yang diperebutkan oleh peng­gugat dan tergugat. Untuk mendapatkan barang itu dan agar barang itu dinyatakan sebagai miliknya, maka interventie diaju­kan. Interventie dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela.
Sebenamya apabila pihak yang berkepen­tingan itu tidak mencampuri proses yang bersangkutan, ia dapat mempertahankan haknya dalam suatu proses tersendiri, akan tetapi perlindungan haknya itu akan lebih mudah ditempuh dengan cara interventie, yang hal dapat pula mencegah putusan­putusan yang saling bertentangan.

Vrijwaring adalah penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab. Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses pe­meriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis. Misalnya: Tergugat digugat oleh peng­gugat, karena barang yang dibeli oleh Penggu­gat mengandung cacat tersembunyi. Pada hal tergugat yang membeli barang itu dari pihak ketiga. Maka tergugat menarik pihak ketiga ini, agar bertanggung jawab atas cacat itu. Permohonan vrijwaring ditolak atau dikabulkan dengan putusan sela.

Gugatan Dalam Rekonpensi (Gugat Balik Atau Gugat Balasan)

Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama sama dengan jawaban selambat-lambatnya sebe­lum pemeriksaan mengenai pembuktian, baik ja­waban secara tertulis maupun lisan (pasal 132 b HIR/pasal 158 Rbg).

Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak diizinkan lagi untuk mengajukan gugatan balik. Kedua gugatan (dalam konpensi dan dalam rekonpensi diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan.

Akan tetapi Hakim dapat memeriksa gugatan yang satu terlebih dahulu, yaitu jika gugatan yang satu ini dapat diselesaikan terlebih dahulu dari yang lain, yang mungkin masih menunggu saksi yang ada diluar negeri atau saksi yang sakit, kedua perkara itu tetap diadili oleh majelis Hakim yang sama.

Antara gugatan dalam konpensi dan gugatan dalam rekonpensi tidak diharuskan ada hubungan. Gugatan dalam rekonpensi dapat berdiri sen­diri dan oleh tergugat sebenarnya dapat diaju­kan tersendiri, menurut acara biasa kapan saja.

Apabila gugatan konpensi dicabut, maka gugatan rekonpensi tidak bisa dilanjutkan.

Sumber : Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.

 

Perkara Perdata Permohonan

Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, tempat tinggal pemohon.

Permohonan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku Register dan diberi Nomor urut, setelah pemohon membayar persekot biaya perkara, yang besar nya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).

Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan, dapat mengajukan  permohonannya secara prodeo.

Pemohon yang tidak bisa menulis dapat meng ajukan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonan tersebut (pasal 120 HIR).          

Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi volunter. Berdasarkan permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberi suatu penetapan.

Ada permohonan tertentu yang harus dijatuhkan berupa putusan oleh Pengadilan Negeri, misalnya dalam hal diajukan permohonan pe­ngangkatan anak oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) terhadap anak Warga Negara Indonesia (WNI), atau oleh seorang Warga Negara Indonesia (WNI) terhadap anak Warga Negara Asing (WNA). (SEMA No. 6/1983).

Tidak semua permohonan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan menga bulkan permohonan, apabila hal itu ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan atau yurisprudensi.

Contoh permohonan yang dapat diajukan dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri adalah :

  • Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa.
  • Permohonan pengangkatan pengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun.
  • Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun, yang dapat diajukan kepada Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri (pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974).
  • Permohonan izin nikah bagi calon mem pelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat (5) Undang-undang No. I tahun 1974).
  • Permohonan pembatalan perkawinan (pasal 25, 26 dan 27 Undang -undang No.1 tahun 1974).
  • Permohonan pengangkatan anak (diperhatikan SEMA No. 6/1983).
  • Perwohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut.
  • Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit, oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit.
  • Permohonan untuk pencatatan kelahiran, setelah lewat 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran.

Sumber : Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.